Banyak orang yang kini semakin sadar bahwa waktu muda harus dihabiskan dengan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. Mendaki gunung kini menjadi kegiatan yang banyak dipilih oleh anak muda untuk mencari pengalaman sekaligus pelajaran

Sekitar dua tahun terkhir mendaki gunung menjadi semacam gaya hidup baru di kalangan anak muda. Setiap akhir pekan, base camp pendakian selalu dipenuhi oleh para pendaki yang ingin menghabiskan malam di atas ketinggian bersama teman

Dari jaman Soe Hok Gie sampai jaman 5 cm, selalu ada mitos yang menganggap bahwa seorang pendaki adalah seseorang yang memiliki jiwa pemberontak, susah diatur dan semacamnya. Benarkah demikian?

Membahas perilaku para pendaki memang cukup menarik. Waktu semalam suntuk mungkin tak akan pernah cukup untuk membicarakan tentang “kekonyolan-kekonyolan” yang dilakukan para pendaki. Tapi, kita akan mencoba membahas beberapa mitos yang erat kaitannya dengan pendaki. Apa saja?

 

1. Semua pendaki adalah perokok

Jika kamu pernah memperhatikan secara detil perilaku para pendaki, sebagian besar dari mereka cukup identik dengan rokok serta kopi. Faktanya, jika tidak sedang mendaki, komunitas pendaki gunung memang sering menghabiskan malam dengan nongkrong di warung kopi atau angkringan. Menghabiskan malam ditemani segelas kopi dan tentu saja, rokok. Tidak cuma pria, tidak sedikit pendaki wanita yang tak ragu untuk menghisap benda bernikotin tersebut. Lalu timbul pertanyaan, benarkan semua pendaki itu perokok?

Jawabannya tentu saja tidak. Komunitas pendaki adalah komunitas yang sangat luas dan terdiri atas beberapa jenis manusia. Masing-masing punya kebiasaan berbeda-beda. Ada yang suka merokok, ada juga yang anti rokok bahkan ikut mengkampanyekan kegiatan anti rokok. Jadi, jika kamu punya teman seorang pendaki dan kebetulan ia seorang perokok, itu hanyalah salah satu sample saja dan kita tak bisa menyimpulkan sesuatu yang sangat besar hanya beradasarkan pada satu sample

 

2. Pendaki adalah orang yang suka hidup sederhana

Cukup banyak yang menganggap (termasuk pendaki itu sendiri) bahwa seorang pendaki adalah seseorang yang suka hidup sederhana. Anggapan ini didasarkan pada apa yang dilakukan oleh pendaki ketika sedang mendaki. Makan seadanya dan seringnya rame-rame, tidur di tenda yang sempit, obrolan yang jauh dari kesan komersil dan sangat santai. Tapi, benarkah semua pendaki itu suka dengan hidup yang sederhana?

Jawabannya adalah tidak. Perlu kamu tahu, mendaki gunung termasuk hobi yang cukup mahal. Kalau tidak percaya, cobalah hitung total budget yang harus kamu keluarkan untuk membeli semua perlengkapan mendaki: tenda, sepatu gunung, tas carrier, sleeping bag. Belum lagi perlengkapan tersier seperi kamera serta perlengkapan pendukung lain. Harga perlengkapan mendaki termasuk mahal. Belum lagi ongkos yang harus dikeluarkan untuk transport ke base camp pendakian serta jasa porter. Sebagai contoh, dalam satu sekali pendakian ke Gunung Semeru, setidaknya kita harus menyiapkan uang minimal 1,5 juta. Puncak Cartenz lebih gila lagi. Ongkos pendakian gunung tertinggi di Indonesia itu setara dengan ongkos umroh. Bahkan lebih

Faktanya, dalam keseharian tidak semua pendaki memiliki gaya hidup yang sederhana. Tidak sedikit para pendaki yang suka check-in in di Path sedang nongkrong di tempat-tempat elite seperti Starbucks dan tempat nongkrong serupa

 

3. Pendaki adalah pecinta alam

Kemudian, ada juga yang menganggap bahwa semua pendaki adalah pecinta alam. Di kampus, organisasi mapala memang sangat identik dengan mendaki gunung. Tapi sekali lagi, mitos ini tidak selamanya benar. Tidak semua pendaki itu mencintai alam. Kadang mereka ke gunung hanya untuk mencari kesenangan tanpa mempedulikan kondisi alam di gunung. Contoh paling gampang adalah masih banyaknya sampah di sepanjang jalur pendakian

Sebenarnya, para pendaki sudah punya semacam rule tak tertulis yang harus diataati, bahwa mereka tidak boleh meninggalkan apapun kecuali jejak, mengambil apapun kecuali gambar serta membunuh apapun kecuali waktu. Tapi, sekali lagi. Pendaki itu banyak macamnya. Ada yang benar-benar mencintai dan peduli terhadap alam, ada pula yang apatis

 

4. Pendaki adalah orang yang menyukai kebebasan

Kehidupan di gunung adalah kehidupan yang bebas. Kita bisa melakukan apa saja di gunung tanpa ada yang mengatur. Hal ini kemudian menimbulkan anggapan bahwa pendaki adalah seseorang yang menyukai kebebasan

Mitos ini memang ada benarnya. Sebagian besar pendaki memang memilih untuk hidup bebas mengikuti kata hati. Namun, mereka selalu siap dengan konsekuensi atas pilihan hidup yang mereka ambil

 

5. Pendaki adalah orang yang tidak teratur

Jiwa bebas yang dimiliki oleh pendaki kemudian memunculkan anggapan bahwa pendaki adalah orang yang hidupnya tidak disiplin. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar karna faktanya banyak pula pendaki yang hidupnya sangat disiplin dan teratur. Bahkan ketika sedang mendaki, banyak pendaki muslim yang tetap ingat kepada Tuhannya dengan tetap menjalankan ibadah lima waktu. Jiwa dan pilihan hidup boleh saja bebas, tapi tetap bertanggung jawab

 

6. Masa depan pendaki adalah suram

Simply, jawaban untuk mitos ini adalah tidak benar. Bahkan banyak pendaki yang pada akhirnya menjadi seorang pemimpin besar. Untuk yang mau belajar, mendaki gunung adalah proses belajar menempa diri dan memperkuat mental. Presiden Joko Widodo serta gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo adalah contoh pemimpin yang di waktu mudanya pernah mendaki gunung. Bahkan ikut organisasi mapala

 

7. Pendaki adalah orang yang kuat

Mengutip kalimat Mbah Rono, “mendaki gunung adalah perjalanan yang tidak biasa”. Memang banyak sekali persiapan yang harus kita lakukan sebelum mendaki gunung. Termasuk persiapakan fisik. Melihat jauhnya jarak yang harus ditempuh (dan tentu saja menanjak) serta beratnya beban yang dibawa, banyak yang kemudian menganggap bahwa pendaki adalah orang yang kuat secara fisik

Sebenarya, tidak semua pendaki memiliki fisik yang (sangat) kuat. Saat sedang mendaki, tidak sedikit pendaki yang bergantian membawa tas carrier. Yang membuat mereka terlihat kuat sebenarnya hanyalah tekad serta semangat untuk menaklukkan diri sendiri