Salah satu film yang layak ditonton bulan ini (khususnya untuk para pendaki gunung) adalah Everest. Film ini diadaptasi dari buku Thin Air: A Personal Account ot the Mt. Everest Disaster karya John Krakauer.
Buku ini terinpsirasi dari kisah nyata peristiwa badai salju tahun 1996 di Gunung Everest
Pada tahun 1996 Rob Hall melakukan pendakian ke Gunung Everest di Nepal bersama beberapa pendaki lain dari berbagai negara. Pendakian tersebut merupakan pendakian yang ke-5 bagi Hall ke Gunung Everest. Dalam ekspedisi tersebut Hall berlaku sebagai seorang pemandu bagi pendaki lainnya
Secara kesulurah film ini memang cukup bagus. Film ini tidak banyak meng-ekspose tentang kondisi alam di sekitar Gunung Everest. Memang ada beberapa scene yang memperlihatkan keindahan gunung-gunung salju di deretan Pegunungan Himalaya. Namun, scene film ini lebih banyak didominasi oleh penderitaan para pendaki yang mencoba menggapai puncak tertinggi di dunia
Sesuai dengan kisah aslinya, film ini berakhir dengan kesedihan. Bagi yang belum tahu kisah perjalanan Rob Hall yang mendaki Everest tahun 1996, pasti akan bilang bahwa akhir cerita ini sangat unpredictable. Padahal memang begitulah akhir kisah aslinya
Setelah menonton film berdurasi 121 menit ini, kita akan sadar bahwa mendaki Everest tak pernah semudah menonton filmnya. Ada banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari film keren ini
1. Mendaki gunung (khususnya Everest) tak semudah nonton film
Sebelum bermimpi mendaki Gunung Everest, kita harus berpikir ratusan kali dulu. Tak sembarang orang bisa mendaki gunung ini. Bukan cuma soal biaya yang mahal tapi juga resiko yang benar-benar tinggi. Everest merupakan gunung tertinggi di dunia dengan ketinggian mencapai 8.848 mdpl. Dengan ketinggian seperti itu, bisa dibayangkan bagaimana tipisnya udara di atas sana
Banyak pendaki yang hanya tinggal nama setelah melakukan pendakian ke Gunung Everest. Hypothermia serta badai salju adalah ancaman serius yang bisa membahayakan para pendaki. Dalam film Everest sendiri, banyak pendaki yang tewas akibat terjangan badai salju yang sangat dahsyat. Beberapa juga meninggal karna mengalami hypothermia. Medan pendakian Gunung Everest juga sangat ekstrim. Pendaki harus melewati beberapa belahan salju yang dibawahnya adalah jurang. Skill rappelling juga sangat dibutuhkan jika ingin mencapai puncak
2. Mendaki gunung butuh persiapan dan perencanaa yang detail
Mendaki gunung bukanlah perjalanan biasa. Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Walaupun gunung yang kita daki bukan Everest, persiapan yang kita lakukan juga harus maksimal. Termasuk mempelajari rute pendakian serta kondisi cuaca. Jika salah persiapan, maka bersiaplah menanggung segala resiko yang ada
Perbekalan serta perlengkapan yang kita bawa juga harus bisa mengcover semua kebutuhan selama pendakian. Semakin detail persiapan yang kita lakukan, semakin kecil pula resiko untuk mengalami insiden
3. Dibutuhkan kerja sama tim dalam sebuah pendakian
Saat melakukan pendakian bersama sebuah rombongan tertentu, kerja sama tim sangat dibutuhkan demi lancarkan pendakian. Dalam sebuah pendakian tim biasanya dibagi menjadi tiga yakni tim paling depan (leader), tengah, serta paling belakang (sweeper). Setiap tim memiliki tugasnya masing-masing
Dalam film Everest kita akan menyaksikan bagaimana kerjasama tim sangat dibutuhkan untuk sebuah pendakian. Di film Everest, masing-masing tim membawa perangkat radio untuk berkomunikasi satu sama lain
4. Alam tidak bisa dilawan
Saat mendaki gunung, satu hal yang harus kita sadari adalah bahwa kita akan berkunjung ke alam liar. Alam bisa saja bersahabat dengan menyajikan pemandangan spektakuler dan mengagumkan. Di sisi lain, alam juga bisa membawa mala petaka saat sedang bergejolak. Apapun yang telah menjadi kehendak alam, kita tak pernah bisa melawan
Dalam film Everest, banyak pendaki yang tewas akibat terjangan badai salju super hebat yang terjadi di jalur pendakian Everest
5. Jika tidak disiplin, nyawa bisa melayang
Saat mendaki gunung berapi yang masih aktif, kita tidak dianjurkan untuk berlama-lama di puncak karna bisa saja terkena gas beracun yang berasal dari kawah. Di Everest, para pendaki juga tidak dianjurkan berlama-lama di puncak karna badai bisa datang kapan saja. Meski sudah sangat dekat dengan puncak, jika sudah waktunya untuk turun maka kita harus turun
Di film Everest, Rob Hall akhirnya meninggal terkena hypothermia karna ia terlambat turun ke bawah. Ia harus kembali ke puncak untuk mengantar Doug Hansen yang sangat ingin sampai ke puncak. Padahal saat itu adalah waktunya untuk kembali turun karna badai akan segera datang
Di Indonesia sendiri juga ada beberapa kasus pendaki tewas akibat indisipliner. Bukan bermaksud menyalahkan pendaki, tapi kedisiplinan selama pendakian akan meminimalisir resiko kecelakaan
6. Pendakian bisa dikatakan sukses jika pendaki bisa turun dengan selamat
Dalam sebuah ekspedisi pendakian, seorang pendaki bisa dikatakan sukses jika ia bisa kembali pulang dalam keadaan selamat. Dalam film Everest, ada banyak pendaki yang akhirnya berhasil sampai ke puncak namun gagal kembali ke bawah akibat terkena badai
Pendaki yang meninggal di film tersebut termasuk sang leader sekaligus guide, Rob Hall, serta seorang pendaki asal Jepang bernama Yasuko Namba. Khusus untuk Yasuko Namba, ia telah sukses mendaki 6 gunung tertinggi lain anggota Seven Summits. Everest adalah puncak ke tujuh alias terakhir yang baru saja ia taklukkan. Sayang, ia tewas saat perjalanan turun akibat serangan badai salju