Ada satu gunung di Indonesia yang pernah menjadi perbincangan masyarakat dunia pada abad 19. Gunung itu adalah Tambora. Perbincangan tersebut berkaitan dengan letusan maha dahsyat yang efeknya tak hanya dirasakan di Indonesia (waktu itu masih Nusantara) tapi juga masyarakat global.

Dalam hitungan skala letusan gunung berapi, letusan Gunung Tambora yang terjadi pada tahun 1815 masuk dalam skala 7 dari maksimal 8. Efeknya benar-benar mengerikan, sulit untuk dibayangkan.

Sampai saat ini pun Gunung Tambora masih berstatus sebagai gunung api yang aktif dan bisa erupsi sewaktu-waktu. Namun, sejak letusan hebat tahun 1815 itu Gunung Tambora sudah lebih kalem. Letusan terakhir gunung ini terjadi pada tahun 1967. Itupun hanya dalam skala 0 dalam index VEI.

Gunung Tambora merupakan sebuah gunung yang menarik. Sejarah yang panjang (dan juga kelam) menjadikan gunung ini sebagai salah satu gunung yang paling bikin penasaran untuk didaki.

Ada beberapa hal yang sebaiknya kamu ketahui tentang gunung ini, yang kebanyakan berkaitan dengan letusan tahun 1815. Berikut ini adalah beberapa hal tersebut.

 

1. Merupakan salah satu gunung keren di NTB

Hampir semua orang tahu Gunung Rinjani di Pulau Lombok yang dipercaya sebagai salah satu gunung terindah di Indonesia. Jika di Pulau Lombok ada Rinjani maka di Pulau Sumbawa ada Gunung Tambora. Keduanya sama-sama berada di propinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung Tambora sendiri berada di antara dua wilayah kabupaten di Sumbawa yakni Dompu dan Bima.

 

2. Memiliki kaldera terluas di Indonesia

Letusan dahsyat yang terjadi tahun 1815 lalu membuat Gunung Tambora mengalami banyak perubahan. Salah satu perubahan yang cukup signifikan adalah terbentuknya sebuah kaldera kering yang super luas. Kaldera ini bahkan dipercaya sebagai kaldera kering terluas di Indonesia setelah kaldera Gunung Raung di Jawa Timur. Kaldera sendiri merupakan salah satu hal yang paling menarik di Gunung Tambora. Kaldera ini akan dilewati oleh setiap pendaki yang hendak mencapai puncak.

 

3. Banyak digunakan untuk objek penelitian

Letusan hebat tahun 1815 membuat peradaban di sekitar Gunung Tambora menjadi luluh lantak. Letusan ini turut mengubur beberapa pemukiman, bahkan beberapa kerajaan di Nusa Tenggara Barat ikut terkubur bersama debu-debu vulkanik hasil letusan. Sampai saat ini, sisa-sisa peradaban itu masih ada di banyak titik di kaki dan lereng Gunung Tambora. Hal itu membuat banyak ilmuan di bidang arkeologi menjadikan gunung ini sebagai salah satu objek penelitian.

Selain sebagai objek penelitian yang berkaitan dengan arkeologi, gunung ini juga sering diteliti untuk penelitian yang berkaitan dengan sejarah. Fotografer senior Don Hasman pernah membuat sebuah buku tentang Gunung Tambora yang proses pembuatannya membutuhkan waktu 10 tahun!

 

4. Letusan tahun 1815 adalah salah satu yang terburuk

April 2015 banyak majalah travel (termasuk National Geographic) yang menjadikan foto Gunung Tambora sebagai sampul majalah. Itu untuk mengenang 2 abad letusan Gunung Tambora. Sulit untuk membayangkan bagaimana seandainya letusan tahun 1815 itu terjadi di jaman sekarang. Pasalnya, letusan itu benar-benar dahsyat. Letusan itu bahkan dipercaya sebagai yang terburuk dalam sejarah peradaban umat manusia. Seperti yang disinggung di atas, letusan tersebut masuk dalam skala 7 dalam Volcanic Explosivity Index (VEI).

5. Letusan tahun 1815 membunuh lebih dari 70.000 nyawa

Detail korban jiwa yang meninggal akibat letusan Gunung Tambora tahun 1815 tidak diketahui secara pasti. Namun, sejumlah penelititan meyakini bahwa ada lebih dari 70.000 nyawa yang melayang akibat letusan tersebut. Baik yang terbunuh secara langsung maupun yang meninggal pasca letusan akibat penyakit tertentu yang diakibatkan oleh letusan. Sebagian besar korban jiwa berasal dari Pulau Lombok dan Sumbawa.

6. Letusan tahun 1815 menghancurkan 3 kerajaan di NTB

Jauh sebelum terbentuk menjadi sebuah negara kesatuan seperti sekarang, Indonesia yang waktu itu bernama Nusantara terdiri atas banyak sekali kerajaan yang tersebar di hampir semua pulau. Tak terkecuali di Pulau Lombok dan Sumbawa. Pada waktu itu, ada tiga kerajaan besar yang berdiri di NTB yakni Kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat dan Kerajaan Sanggar.

Namun, letusan hebat tahun 1815 turut mengubur ketiga kerajaan tersebut, beserta masyarakat yang berada di naungan kerajaan.

7. Efek letusan 1815 dirasakan secara global

Satu tahun pasca letusan Gunung Tambora tahun 1815 sering disebut sebagai tahun tanpa musim panas. Mendung dan hujan senantiasa menghiasi hari-hari masyarakat dunia pasca letusan itu. Efek letusan itu dirasakan oleh sebagian besar wilayah Belahan Bumi Utara (wilayah bumi yang berada di sebelah utara Garis Katulistiwa). Perubahan iklim besar-besaran terjadi tahun 1816. Perubahan temperatur permukaan sebesar -0,51, -0,44 dan -0,29 °C terjadi sepanjang 1816 hingga 1818.

Akibat perubahan iklan yang ekstrim tersebut banyak wilayah di Belahan Bumi Utara yang gagal panen. Binatang ternak juga banyak yang mati. Tahun 1816 dipercaya sebagai salah satu tahun terdingin dalam sejarah peradaban manusia setelah tahun 1600.

 

8. Hubungan Napolen dan letusan tahun 1815

Boleh percaya boleh tidak. Namun ada yang mengaitkan letusan Gunung Tambora tahun 1815 dengen kekalahan Napoleon Bonaparte. Ceritanya singkatnya begini.

Pada tahun 1815 Napolen melakukan pertempuran di Waterloo melawan negara sekutu Inggris-Belanda-Jerman. Itu merupakan pertempuran pertama Napoleon pasca kabur dari penawanan di Pulau Elba. Pada pertempuran itu, pasukan Napoleon terjebak dalam lumpur yang menyebabkan efektivitas pasukan kavaleri dan amunisi meriam menjadi tidak dapat digunakan. Lumpur itu merupakan akibat dari hujan serta badai pada malam pertempuran. Suhu udara juga terasa sangat dingin waktu itu. Kondisi alam yang dihadapi pasukan Napoleon itu dipercaya sebagai akibat dari letusan Gunung Tambora tahun 1815.

9. Telah kehilangan separuh dari ketinggiannya

Letusan 1815 juga berdampak secara langsung terharap bentuk fisik Gunung Tambora. Selain terbentuknya kaldera, perubahan fisik yang terjadi adalah berkurangnya ketinggian. Sebelum meletus, gunung ini memiliki tinggi 4.300 mdpl. Letusan hebat membuat tingginya hanya menyisakan 2.851 mdpl. Jika saja tidak kehilangan separuh ketinggiannya, Gunung Tambora merupakan gunung api tertinggi di Indonesia. Mengalahkan Kerinci yang “hanya” 3.805 mdpl.

10. Punya satu kesamaan dengan Rinjani

Foto: Kompas

Gunung Rinjani dan Gunung Tambora sama-sama memiliki kaldera yang cantik. Bedanya, di Gunung Tambora tidak ada danau cantik seperti Segara Anak. Namun, ada kesamaan lain antara Gunung Rinjani dan Gunung Tambora yakni sama-sama punya “anak” yang berada di tengah-tengah kaldera masing-masing. Di Gunung Rinjani ada Gunung Barujari sedangkan di Gunung Tambora ada Doro Api To’i. Bentuk fisik Doro Api To’i memang tidak setinggi dan sebesar Gunung Barujari, yakni hanya berupa kubah lava. Namun tetap saja, ia adalah bagian Gunung Tambora yang aktif.

 

Featured image