Bagaimana ekspresimu ketika mendengar seorang balita 3 tahun sudah pernah mendaki 15 gunung? Mengernyitkan dahi? Jika ya, berarti kita sama

Pertama kali membaca berita ini bahkan saya hampir tak percaya. Bagaimana mungkin, seseorang yang secara logika baru saja bisa jalan sudah mendaki gunung sebanyak itu. Tapi itulah faktanya. Dialah Max, pendaki cilik yang kini sedang hangat dibicarakan oleh banyak orang, khususnya penggemar traveling. Tentu saja Max tidak sendirian, ia mendaki bersama ibunda tercinta, Nyoman Sakyarsih

Awalnya, Nyomie (nama panggilan), hanya mengajak Max untuk jalan-jalan ke Gunung Bromo. Waktu itu Max masih berusia 5 bulan dan Nyomie menggunakan gendongan bayi khusus untuk mengajak Max naik ke Bromo. Ternyata, Max sangat menikmati perjalanan itu dan Nyomie berniat untuk mengajak Max naik gunung lagi tapi dengan destinasi yang berbeda. Gunung Batur di Bali menjadi tujuan mereka selanjutnya

Dan …. sebagaimana kita tahu, kegiatan mendaki gunung kini sudah menjadi bagian dari hobi Nyomie dan Max. Sudah 15 gunung mereka daki bersama (((15 GUNUNG)))

A photo posted by drh. nyomie n max (@nyomiez) on

Untuk anak balita 3 tahun, 15 gunung adalah hal yang sangat mustahil. Meski ia tidak trekking dengan kakinya sendiri, tetap saja itu adalah hal yang sulit dipercaya. Apalagi udara di gunung sangat dingin dan cukup beresiko. Tapi sekali lagi, dia adalah Max. Dan Max adalah pendaki cilik yang sudah menginjakkan kakinya di 15 titik-titik tinggi di Indonesia, termasuk Tambora, salah satu gunung paling bersejarah dalam peradaban umat manusia

Bermodalkan rasa penasaran, saya mengirim email ke Nyomie untuk menanyakan beberapa hal terkait Max. Berikut ini adalah hasil tanya jawab saya dengan Nyomie seputar Max

 

Q: Boleh tahu nama lengkap Max? Sekalian ulang tahunnya

A: Maxwell Amertha, lahir di Jakarta 7 Desember

 

Q: Kenapa Max diajak naik gunung? Ada alasan khusus?

A: Karena tidak ada liburan yg bisa kunikmati tanpa membawanya. pertama kali tentunya hanya berusaha melepas penat, tapi ternyata dia bisa beradaptasi menyukai perjalanan lebih dari yg kuduga jadi kita berlanjut secara bertahan

Kebetulan memang sehari-hari pekerjaanku sangat sibuk penuh tekanan tidak jarang menyebabkanku sakit kepala. Mendaki gunung memberiku waktu fokus untuk Max saja yg tidak bisa kulakukan sehari-hari di rumah dan benar-benar berhasil merefresh otak karena berhari-hari dipaksa hidup tanpa sinyal tanpa memikirkan pekerjaan. Tentu saja dengan segala kesulitan yg pernah dialami kami jadi lebih bersyukur sudah bisa melaluinya dengan baik

Aku hanya ingin Max belajar bahwa apa yg sudah kita miliki dan bisa kita nikmati saat ini berasal dari perjuangan keras. Dan perjuangan itu akan terus kita hadapi walaupun jatuh bangun jangan sampai kita menyerah, tapi juga tidak menghilangkan kepedulian kita pada apa yg ada disekeliling yg juga harus kita jaga

 

Q: Kapan persisnya Max diajak naik gunung?

A: Usia 5 bulan itu dia sudah kuajak ke Bromo tapi masih pakai gendongan bayi standar. Setelah tau dia menikmati perjalanan baru kemudian terpikir untuk membawanya naik lagi tapi cari yg paling singkat yaitu gunung Batur di Bali.

persiapannya menuju itu ya lumayan, membeli gendongan carrier khusus bayi, mengetes apakah dia merasa nyaman dalam gendongan. dan tentu saja aku sendiri mulai latihan fisik. Karena terakhir mendaki tahun 2009 jadi memutuskan mendaki lagi sebelum bawa Max awal tahun 2014 ternyata masih kuat, baru lah berani bawa Max lagi diusia 15 bulan ke batur. Untunglah masih kuat sampai puncak walau kaki lemes gemeteran saat turun. saat itu berat Max 9kg dan total dengan gendongan bisa 15kg

Setelah itu gunung-gunung yg didaki bertahap, dari yang hanya tektok beberapa jam bisa turun dalam sehari sampai yg menginap di gunung, dan lama perjalanan berhari-hari. Jadi dia naik gunung melalui proses adaptasi yg panjang tentunya dengan persiapan yg peralatan dan p3k lengkap untuk segala macam emergency yg mungkin terjadi disesuaikan dgn karakteristik gunung yg akan kita daki. jadi awalnya pasti aku banyak survey sebelum memutuskan mendaki.

 

Q: Denger-denger Max sudah naik ke 15 gunung ya? Gunung yang paling jauh gunung apa? Kalau di Bali gunung apa saja yang pernah didaki Max?

A: Pananjakan Bromo usia (5 bulan), Gn Batur (1 tahun 3 bulan), Prau dan Sikunir Dieng (1 tahun 6 bulan), Gn Agung dan Gn Ijen (1 th 8 bulan), Gn Papandayan (1 th 9 bulan), Gn Rinjani (1 th 11 bln), Bukit Gn Batu Jonggol (2 tahun 3 bulan), Gn Merbabu (2 tahun 4 bulan), Gn Semeru (2 tahun 6 bulan), Gn Dempo (2 tahun 8 bulan), Gn Tambora (2 th 11 bulan), Puncak Argopuro dan Puncak Rengganis Gn Argopuro (3 th 1 bulan). Eh sebenarnya kalau hitung bukit ada 1 lagi Bukit Gn Lembu di Purwakarta tapi kita minim dokumentasi saat itu karna ga direncanakan. Jadi total puncak ya bisa 16

Gunung paling jauh yg diujung-ujung seperti Tambora dan Dempo. kalau di Bali itu Gn Agung dan Batur sudah keduanya emang sudah cita-cita mommynya sejak lama

 

Q: Max kan sekarang sudah 3 tahun. Usia segitu biasanya sedang aktif-aktifnya. Apa tidak repot?

A: Repot banget karena dia sudah bisa jalan sendiri jd minta turun dan lari-larian terus. lebih enak justru pas bayi lebih banyak tidurnya jd menggendong jg ga repot. sekarang kalau dia pengen turun pasti loncat-loncat di gendongan jadi lebih bikin repot. apalagi kalau yg menggendong hrs istirahat bisa dia tendang-tendan karna ga betah diem lama

 

Q: Max biasanya kalau di tenda ngapain?

A: Max di tenda loncat-loncat ditabrak-tabrak tendanya, kayanya mau jajal tenda seberapa kuat sampai dia capek baru tidur sendiri

Ga pernah mau tidur dalam sleeping bag walau disiapin, jadi harus tunggu tidur dulu baru diselimutin. itupun dalam hitungan jam sudah keluar lagi. tidurnya emang lasak kadang malam bangun dibuatkan susu pasti tidur lagi jd yg harus stand by terus ya ibunya. ga jarang karna banyak maunya jadi aku sampai tidur dalam posisi duduk sambil memeluknya biar ga tidur nempel pinggiran tenda yg jauh lebih dingin

 

Q: Pernah mendapatkan pengalaman unik dengan Max? Misalnya ada pendaki yang pengen bantuin gendong Max gitu 🙂 ?

A: kalau pengen gendong Max ga masalah dengan siapapun. dia cenderung cuek tp aku sih berharap ga ada yg terlalu heboh dengan mencubit-cubitnya saat bertemu.

setiap gunung punya banyak cerita

yg paling lucu waktu di Merbabu Juni kemarin dia usia 2.5th, semua orang sudah kelelahan karena trekking via jalur wekas berangkat jam 9 pagi sampai jam 8 malam baru ngecamp di post 3. tapi dia masih bersemangat loncat-loncat heboh di tenda, bahkan teman sudah menggigil kedinginan di dalam sleeping bag milik max karena kelelahan dan angin saat itu cukup kencang. setelah makan otomatis aku rebahan menunggu dia capek loncat dengan sendirinya pasti minta tidur, posisi tidurku sudah persis didepan pintu tenda. tapi ga lama aku dengar kawan porter di tenda lain memanggilku “mbaak, ini Max kok ada diluar”. hehehe ternyata Max sudah bisa buka tenda dan menepuk masnya yg sedang masak dari belakang, sontak dia terkejut karena yang memegang bahunya anak kecil tanpa ekspresi, tak bersuara, berkulit putih dan hanya memakai popok. untung dia ingat kita berangkat bawa bayi. 😀

yg paling berat itu saat di Semeru, aku memutuskan turun walau nyaris puncak sudah masuk trek pasir diatas cemoro tunggal dgn pertimbangan angin kencang tidak memungkinkan. kalau hanya suhu dingin dia bisa kuat, kalau ditambah angin yg terlalu kencang itu untuk orang dewasa saja berat apalagi dia dalam kondisi digendong yg tidak bergerak tidak ada pembakaran jd lebih terasa dingin. jadi kami turun saat matahari terbit dan menikmati berjemur sinar matahari di pos kalimati saja.

Dan yg paling mendebarkan perjalanan ke Tambora yg memakan waktu 14 jam naik bis yg kusebut seperti odong-odong karena sangat panas sering berhenti dan full dangdutan. hehe tapi dia ternyata tetap bisa menikmati.

yg paling mengharukan tentu saja perjalanan Argopuro karena memakan waktu paling lama dengan trek terpanjangnya, disini Max bisa terlihat sangat tabah ketika kondisi memaksa kita trekking malam dia bisa sangat tenang tabah tidak seperti di siang hari yg biasanya petakilan ga berhenti ngomong. dan dia juga sudah memilih untuk lebih sering berjalan kaki ketimbang digendong

 

Q: Sebagai seorang ibu, tentu Mbak Nyomie punya harapan tentang masa depan Max. Pengenya Max jadi apa?

A: Aku berharap dia bahagia dengan pilihan hidupnya apapun itu. aku hanya ingin Max belajar bahwa apa yg sudah kita miliki dan bisa kita nikmati saat ini berasal dari perjuangan keras. semua masa sulit sudah pernah kita lalui termasuk di saat mendaki dan perjuangan itu akan terus kita hadapi walaupun jatuh bangun jangan sampai kita menyerah, berharap dia memiliki mental yg cukup kuat mampu menyelesaikan segala masalah dengan pikiran jernih dan tabah di masa depan nantinya tapi juga tidak menghilangkan kepedulian kita pada sesama manusia, hewan dan lingkungan yg harus kita jaga. aku tidak ingin dia hanya menjadi seorang yg cerdas tanggug tapi egois

 

Q: Oh iya, kegiatan Max sehari-harinya apa aja sih?

A: Dia sudah mulai bersekolah di paud tk, kalau nanti sudah masuk tk beneran ya mgkn intensitas kami mendaki akan berkurang dengan sendirinya

 

Q: Kalau boleh tahu, Balinya mana? Siapa tahu bisa main 🙂

Hihi ini dia salah kaprah krn namaku jadi dipikir aku tinggal di Bali. di Bali masih ada keluarga tapi kami berdua lahir dan besar di Jakarta. tentu saja aku juga bekerja di Jakarta saat ini

 

Beberapa foto Max

 

A photo posted by drh. nyomie n max (@nyomiez) on

A photo posted by drh. nyomie n max (@nyomiez) on

A photo posted by drh. nyomie n max (@nyomiez) on

A photo posted by drh. nyomie n max (@nyomiez) on

..

Featured image