Saya sangat percaya bahwa alam adalah salah satu tempat terbaik untuk menyembuhkan hati yang patah, menenangkan pikiran yang gelisah atau sekedar berkontemplasi sembari mencari inspirasi. Itulah yang sering saya lakukan saat pikiran sedang tidak nyaman, berkunjung ke alam.

Sekitar dua minggu lalu saya kembali mengunjungi Gunung Lawu. Bukan untuk mendaki sampai ke puncak melainkan hanya sekedar trekking di jalur Cemoro Kandang. Niat awalnya saya kepengin ngopi di sebuah warung yang berada di Pos 1. Tapi, niat itu tidak kesampaean karna hari itu ternyata warung di Pos 1 sedang tutup.

Selain berniat ngopi, saya juga hendak mencari objek-objek menarik yang sekiranya bisa difoto. Kebetulan saya sedang mengumpulkan banyak foto untuk project yang sedang saya rencanakan. Salah satu foto yang sedang saya kumpulkan adalah kategori alam.

Cemoro Kandang sendiri merupakan salah satu jalur pendakian resmi Gunung Lawu yang berada di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Jalur ini relatif lebih sepi dibandingkan jalur Cemoro Sewu namun saya lebih suka jalur ini karna track awalnya yang berupa tanah, bukan batu seperti di Cemoro Sewu. Saya lebih suka track tanah karna resikonya lebih kecil serta kesan alamnya yang lebih terasa. Saya sudah beberapa kali mendaki Gunung Lawu via Cemoro Kandang tapi belum satu kalipun yang sampai puncak.

Studio Alam

Karna hari itu warung di Pos 1 sedang tutup (saya tahu dari salah satu pendaki yang saya temui di jalan), saya mengubah niat untuk menikmati suasana di air terjun saja. Kebetulan di jalur Cemoro Kandang ada sebuah air terjun yang dikenal dengan nama Studio Alam yang suara gemuruhnya bisa kita dengar dari Pos 1. Sudah beberapa kali mendaki via Cemoro Kandang, belum sekalipun saya mampir ke air terjun ini.

Tentu saja, Air Terjun Studio Alam tidak sepopuler air terjun-air terjun lain di lereng Lawu yang sudah dikembangkan menjadi tempat wisata mainstream, katakanlah Grojogan Sewu atau Jumog. Ini karna lokasi Air Terjun Studio Alam memang tidak accessible. Lagipula, air terjunnya juga biasa-biasa saja. Debet airnya tidak setinggi Grojogan Sewu atau Jumog.

DSC_1674

Satu-satunya yang menarik dari Air Terjun Studio Alam adalah suasana alamnya yang begitu terasa. Maklum saja karna hampir tak ada orang yang berkunjung ke sini kecuali para pendaki yang kebetulan mampir.

Hari itu ketika saya berkunjung ke Air Terjun Studio Alam, suasana sedang cukup ramai karna ada rombongan dari salah satu brand perlengkapan outdoor yang tampaknya sedang melakukan camping ceria. Saat melewati area camping ground di dekat base camp Cemoro Kandang tadi memang terlihat banyak sekali tenda yang tampaknya sedang ditinggal penghuninya. Ternyata mereka sedang jalan-jalan ke Studio Alam.

DSC_1616

Meski debet airnya tidak seberapa, namun Air Terjun Studio Alam ini terlihat sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dari Grojogan Sewu. Dikelilingi oleh tebing-tebing batu yang membuat saya ngeri sendiri saat membayangkan bagaimana kalau seandainya tebing-tebing itu runtuh saat itu juga sementara orang-orang sedang asik berhaha-hihi di bawahnya. Can’t imagine.

Air yang jatuh dari ketinggian kemudian mengalir ke sebuah sungai kecil berbatu, membuat suasana natural di tempat ini benar-benar terasa. Tak ada suara kendaraan sama sekali. Hanya cuitan burung-burung liar serta gemuruh air saja yang terdengar. Serta, tentu saja, “suara berisik” pengunjung dari rombongan brand outdoor tadi.

DSC_1619

Tak sampai 15 menit kemudian, rombongan tadi mulai meninggalkan Air Terjun Studio Alam karna tampaknya mereka sudah cukup lama berada di sana sebelum saya datang. Setelah mereka pergi, tinggal saya sendiri yang jadi pengunjung Studio Alam. Completely alone. Inilah yang saya tunggu-tunggu. Saya ingin menikmati suasana alam ini sendiri. Mendengarkan cuitan burung, merasakan segarnya air yang mengalir.

Saya langsung teringat sebuah puisi indah dari Su Hok Gie, Mandalawangi-Pangrango.

Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Saya memang tidak sedang di Gunung Gede atau Pangrango. Apa bedanya? Toh sama-sama di gunung. Sama-sama di tempat yang membuat saya sadar bahwa manusia sejatinya adalah makhluk lemah yang senantiasa lelah setiap kali menapakkan langkah di jalur setapak. Gunung hanyalah potongan kecil dari semesta yang maha luas. Sedang manusia sudah sangat kewalahan hanya untuk mendaki satu gunung saja. Tak perlulah kita terlalu membanggakan diri atas pencapaian-pencapaian yang telah kita raih.