Don’t take anything but pictures, don’t leave anything but footprint, don’t kill anything but time. Sebuah kalimat indah yang nampaknya sudah mulai kehilangan makna

Seiring dengan semakin populernya kegiatan mendaki gunung, banyak orang yang hanya modal nyawa saat mendaki, tanpa membekali diri dengan pengetahuan dasar untuk mendaki. Banyak yang kini menjadikan gunung sebagai sebuah ambisi dan eksistensi. Dua hal inilah (ambisi dan eksistensi) yang menjadi akar masalah paling klasik di gunung: sampah dan vandalisme

Cara terbaik untuk menyelesaikan masalah — termasuk sampah dan vandalisme — sebenarnya adalah dari kesadaran manusia itu sendiri

Khusus untuk vandalisme, tujuan mereka melakukan aksi corat-coret sebenarnya tidak lain adalah untuk menunjukkan esksistensi. Kalau tidak percaya, coba perhatikan satu persatu tulisan yang dibuat oleh pelaku vandalisme. Pasti tak jauh-jauh dari nama komunitas atau nama mereka sendiri

Di gunung, batu menjadi sasaran utama para pelaku vandalisme. Kita tentu masih ingat peristiwa memalukan tahun 2014 lalu ketika seorang pendaki asal Indonesia membuat sebuah tulisan di sebuah batu di Gunung Fuji, Jepang. Aksi vandal itu menjadi salah satu perhatian media lokal setempat kala itu

Hal serupa juga akan banyak kita temukan di banyak gunung di Indonesia. Batu-batu bertuliskan nama komunitas dan nama pribadi adalah hal yang, meskipun menyedihkan, biasa

Salah satu cara terbaik bagi kita untuk mengurangi tulisan vandal di gunung adalah tidak menjadi bagian dari mereka (para pelaku vandal). Masih banyak cara yang lebih cerdas dan elagan untuk ngeksis

 

1. Buat video dokumentasi

Sekarang adalah jamannya digital. Cara ngeksis yang sesuai dengan perkembangan jaman adalah dengan melalui digital. Salah satunya adalah video. Membuat video dokumentasi saat mendaki gunung itu tidak sesulit yang dibayangkan. Modal kita hanyalah sebuah kamera. Kamera yang digunakan pun tak perlu bagus, yang penting bisa buat rekam video

Untuk pemula, smartphone Android bisa menjadi salah satu alat yang multiguna dalam hal membuat video. Selain bisa untuk mengambil video, kita juga bisa menggunakan aplikasi tertentu untuk mengedit video yang kita ambil. Satu perangkat untuk banyak fungsi

 

2. Foto-foto narsis juga boleh, itu nggak dosa

Traveling dan fotografi adalah satu paket. Keduanya tak bisa dipisahkan. Foto adalah salah satu cara terbaik untuk mendokumentasikan perjalanan. Tak peduli seperti apa foto yang diambil. Apakah itu foto pemandangan indah atau hanya foto selfie yang narsis. Kadang-kadang, ada orang yang nyinyir saat mendapati foto seseorang yang selfie di gunung. It’s not a problem. Toh kita tidak merugikan siapa-siapa

Lagipula, ngeksis dengan cara selfie di gunung jauh lebih baik daripada ngeksis dengan membuat coretan-coretan vandal

 

3. Tulis pesan di kertas, meskipun alay tapi tidak merusak

Selain nama komunitas dan nama pribadi, tulisan yang juga sering kita lihat di batu-batu di gunung adalah pesan cinta atau pesan-pesan semacamnya. Memangnya kalau kita membuat tulisan seperti itu di gunung, orang yang bersangkutan akan baca?

Daripada merusak suasana natural di alam dengan membuat pesan-pesan tidak jelas di batu, lebih baik membuat pesan melalui tulisan di kertas lalu difoto dan diupload ke media sosial. Kalau kita tak punya nyali untuk menyampaikan secara langsung, kemungkinan pesan tersebut untuk sampai ke orang yang bersangkutan akan jauh lebih besar. Memang kesannya agak alay. Tapi, alay jauh lebih baik daripada merusak

 

4. Tempel sticker di base camp

Di setiap base camp pendakian sebuah gunung biasanya ada sebuah tempat khusus untuk menempelkan sticker. Beberapa gunung bahkan juga menyediakan papan vandal khusus di dekat gerbang pendakian. Media tersebut bisa kita manfaatkan untuk menunjukkan eksistensi diri dan komunitas. Sekali lagi, batu bukanlah  media yang tepat untuk menunjukkan eksistensi