Sudah tinggal selama lebih dari 7 tahun di Solo membuat saya sedikit banyak tahu tentang perubahan-perubahan yang terjadi di kota ini. Dulu, persis di depan Stasiun Purwosari ada sebuah bangunan lawas yang merupakan bekas pabrik es Sari Petojo.

Pabrik es yang saya maksud sudah ada sejak Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda. Artinya, sudah lama sekali. Menurut beberapa informasi yang saya dengar dan baca, bangunan bekas pabrik es Sari Petojo dulu sempat diwacanakan untuk menjadi situs Cagar Budaya mengingat nilai sejarahnya yang tinggi. Namun apa dikata, wacana hanya tinggal wacana. Atas nama modernisasi (mungkin juga uang), bangunan tua yang sarat sejarah itu kini telah berubah bentuk menjadi sebuah hotel dan mall. Klasik, tapi begitulah kenyataannya.

Sebenarnya saya sudah hampir muak dengan terlalu masifnya pembangunan hotel dan mall di Solo. Kalau ditilik ke belakang, maraknya pembangunan hotel dan mall di Solo ini terjadi setelah mantan walikota Solo yang kini menjadi Presiden RI, Joko Widodo, hijrah ke Jakarta untuk menjadi gubernur pada tahun 2012. Setelah Jokowi pergi, ijin pembangunan hotel dan mall di Solo menjadi sangat mudah. Semudah mendapatkan ucapan selamat datang dari pramuniaga minimarket.

Omah Londo

Coba bayangkan, seandainya semua bangunan bersejarah hilang dan berganti menjadi hotel atau semacamnya, masihkah ada alasan bagi orang luar untuk berkunjung ke Solo yang katanya adalah Kota Budaya? (saya percaya bahwa sejarah adalah bagian dari budaya)

Beruntung, di tengah gempuran gedung-gedung bertingkat yang katanya adalah simbol modernisasi itu masih ada beberapa bangunan yang tetap pada bentuk aslinya, meski beberapa sudah dialihfungsikan. Salah satunya adalah Wedangan Omah Londo yang lokasinya persis berada di sebelah hotel Swiss Bell-In. Sebuah hotel yang dibangun di lahan bekas pabrik es Sari Petojo.

DSC_1773

Jujur, saya tidak yakin apakah bangunan yang kini digunakan sebagai Wedangan Omah Londo ini ada kaitannya dengan Sari Petojo. Namun, melihat lokasinya yang begitu dekat dengan Sari Petojo saya menduga bahwa bangunan ini dulunya merupakan semacam rumah dinas bagi petinggi di pabrik es tersebut. Informasi mengenai Sari Petojo sendiri sangat minim sehingga saya tak bisa cerita lebih banyak lagi.

DSC_1802

Dilihat dari luar, design bangunan Wedangan Omah Londo memang sudah terlihat kuno. Dengan cat putih serta bentuk atap mirip rumah-rumah dinas jaman Belanda. Masuk ke dalam, kesan vintage akan semakin terasa meskipun di beberapa titik sudah terlihat sentuhan modern.

Sebuah piano tua, vespa yang tetutup plastik serta topi-topi Belanda adalah beberapa contoh koleksi yang membuat kesan vintage di Wedangan Omah Londo menjadi lebih terasa. Memang tidak se-vintage Wedangan Pendopo namun saya yakin siapapun yang datang ke tempat ini akan langsung ngeh bahwa mereka sedang berada di sebuah bangunan lawas.

DSC_1798

Tempat nongkrong seperi Wedangan Omah Joglo sendiri — yang menggabungkan konsep kafe dan wedangan — sudah sangat lazim di Solo. Jumlahnya juga semakin masif. Di Omah Londo sendiri kita bisa mendapatkan menu-menu rakyat yang biasa kita temukan di wedangan konvensional, dengan harga yang sedikit lebih mahal, tentu saja. Bonusnya (bagi yang suka foto-foto) kita bisa mengambil beberapa foto dengan background menarik.